Monday, August 18, 2014

Pesan Yang Terpotong, Tentang CCIE


Saya mulai belajar tentang computer networking dari awal tahun 2000. Buat seseorang yang tidak punya latar belakang di bidang IT sama sekali (saya lulus kuliah tahun 1999 dari jurusan Teknik Mesin), program sertifikasi dari Cisco merupakan berkah karena bisa memberikan panduan dalam belajar. Saya mulai dengan lulus CCNA setelah mengikuti training di Inixindo, kemudian dengan belajar otodidak mampu lulus CCNP, CCDA, CCDP sampai ujian CCIE written hanya dalam waktu kurang lebih 6 bulan.

Pada saat itu jumlah CCIE di Indonesia tidak banyak, bahkan jumlah CCNA pun pada saat itu masih kurang dari 300 orang! Jumlah CCIE Indonesia yang sedikit membuat mereka menjadi kelompok elit. Sangat sulit untuk bisa bertemu dan berdiskusi tentang persiapan belajar dengan mereka waktu itu, kecuali kalau kebetulan satu kantor atau ketemu pas melakukan project. Ditambah lagi materi belajar yang tidak terlalu banyak, sedikitnya jumlah orang Indonesia yang belajar itu, dan informasi yang simpang siur, membuat sangat sulit untuk mempersiapkan diri untuk ujian CCIE.

Ketika akhirnya saya lulus ujian lab di Tokyo tahun 2001, saya mencoba membantu para kandidat CCIE Indonesia dengan cara membagikan tips dan tricks dalam belajar. Saya sering menjawab email untuk berbagai pertanyaan non-NDA dari banyak orang. Saya juga mulai menulis blog tentang persiapan CCIE, dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, yang membuat saya menambah banyak koneksi dengan para professional baik dari dalam dan luar negri.

Secara langsung atau tidak, saat itu saya mengirimkan pesan berikut:

Bahwa setiap orang bisa menjadi CCIE, kalau mau.
Bahwa CCIE bisa dicapai dengan dedikasi, strategi dan kerja keras.
Bahwa memiliki CCIE bisa membuka kesempatan buat berkompetisi global.


Saya adalah bukti hidup dari ketiga pesan di atas. Saya yang tidak punya latar belakang kuliah di IT bisa mendalami networking karena ada program sertifikasi. Saya yang prestasi selama kuliah biasa-biasa saja bisa lulus menjadi satu dari kurang 20 CCIE Indonesia saat itu. Saya yang belum fasih dalam berbahasa Inggris waktu itu bisa mendapat banyak tawaran untuk bekerja di luar negri, hanya karena punya CCIE.

Saya akui, pesan-pesan di atas bukanlah pesan-pesan yang jelek.
Tapi itu semua adalah pesan yang terpotong. Pesan ini tidak komplit.

Akhir-akhir ini saya melihat banyak orang, baik orang Indonesia maupun orang luar, yang menjadikan CCIE sebagai tujuan akhir. Banyak yang mendengar pesan saya, atau melihat apa yang saya lakukan, dan merasa mereka akan bisa mencapai apa yang sudah saya capai selama ini, dengan mengandalkan CCIE. Lulus CCIE menjadi target utama, bahkan membuat banyak orang mencoba lulus ujian dengan menggunakan semua cara.

Kenyataannya?

Saya akan memberi contoh dengan tiga kasus jika kita masih bekerja sebagai karyawan (bukan entrepreneur). Di mulai dari pada saat proses seleksi masuk, kemudian ketika sedang berkarir di dalam perusahaan, dan pada akhirnya ketika terjadi pemecatan.

Kasus 1: Proses seleksi masuk

Apakah betul punya CCIE akan otomatis membuat mudah mendapatkan pekerjaan? Yordan, salah satu mentee CCIE93, berhasil masuk Schlumberger di Dubai walau tidak punya CCIE. Bahkan sertifikasi terakhir hanya punya CCNA. Hebatnya di proses seleksi dia bisa mengalahkan kandidat-kandidat lain yang punya CCIE.

Saya sering menginterview CCIE, bahkan ada yang punya dua CCIE, untuk penerimaan consulting engineer baru Cisco. Banyak dari mereka yang tidak lewat proses seleksi awal karena mereka hanya tahu cara untuk lulus CCIE. Banyak yang hanya tahu cara melakukan konfigurasi tanpa mengerti konsep mendalam.

Saya sendiri mendapat kesempatan interview di Cisco tahun 2006 bukan karena punya sertifikasi CCIE. Tapi kesempatan datang karena koneksi yang merekomendasikan berdasarkan reputasi yang saya bangun. Skill yang dibangun ketika belajar CCIE membuat saya mengerti konsep teknologi networking, yang membantu saya melewati proses interview teknis.

Kasus 2: Berkarir di perusahaan

Banyak orang yang bekerja keras tapi tidak mendapat promosi. Saya sudah sering bilang, kerja keras itu tidak cukup untuk mendapat promosi. Karena sebenarnya ketika kita direkrut memang sudah diharapkan  untuk bekerja keras dengan bayaran yang diberikan.

Punya satu atau lebih CCIE bisa jadi tidak relevan untuk berkarir di  perusahaan. Jika perusahaannya bergerak di bidang training misalnya, bisa jadi punya banyak CCIE akan membuat karir semakin maju karena akan membuat kita bisa mengajar di berbagai track CCIE yang berbeda-beda. Tapi untuk menjadi consultant misalnya, lebih utama untuk memiliki skill consulting bukan sertifikasi CCIE.

Di Cisco setiap engineer atau consultant diharapkan punya minimal satu CCIE, karena kita harus mendukung program sertifikasi yang kita buat. Tapi punya satu saja sudah cukup. Saya sendiri di Cisco mendapat promosi sampai menjadi Solutions Architect, bukan karena saya punya CCIE dan CCDE. Tapi karena saya bisa berkontribusi aktif dan membantu mengembangkan bisnis Cisco dengan cara membuat solusi teknis dan menjadi trusted advisor buat customer.

Kasus 3: Ketika terjadi layoff atau pemecatan

Ketika terjadi pemecatan, apakah punya sertifikasi seperti CCIE bisa menjadi jaminan untuk selamat? Yang lebih bisa menjadi jaminan tentunya adalah apakah kita relevan untuk kondisi perusahaan saat itu. Apakah skill yang kita miliki sesuai dengan kebutuhan perusahaan saat itu.

Saya punya teman di Cisco yang lulus CCDE bareng di London, dan dia kena layoff tahun lalu. Selama 8 tahun di Cisco saya sudah selamat layoff berkali-kali bukan karena saya punya banyak sertifikasi, tapi karena pada saat terjadi layoff skillset saya masih relevan dengan kebutuhan perusahaan.

Jadi pertanyaan paling penting adalah: Apakah kita relevan?
Pertanyaan ini penting untuk melewati proses seleksi masuk, untuk berkarir dan juga ketika menghadapi layoff atau pemecatan.

Seharusnya pesan saya tentang CCIE ditambahi hal berikut:

Bahwa CCIE itu penting tapi bukan segalanya. CCIE mungkin bisa penting ketika melamar kerja, misal ketika tidak ada lagi faktor pembeda antara kandidat yang melamar. Tapi seandainya satu kandidat lebih memiliki sesuatu yang dibutuhkan perusahaan, walau dia tidak punya CCIE, maka kemungkinan besar dia yang terpilih.

Bahwa yang terpenting itu adalah proses dalam mencapai CCIE yang seharusnya bisa memberikan koneksi karena belajar bersama kandidat lain. Proses belajar CCIE bisa membangun skill yang sebenarnya dengan mengerti konsep teknologi secara detil yang di validasi dengan banyak latihan. Proses belajar CCIE bisa membuat kita menambah pengalaman walau hanya sebatas di lab.

Dan bahwa yang terpenting itu untuk suatu perusahaan bukan semata-mata memiliki sertifikasi seperti CCIE. Tapi apakah skill yang kita punyai relevan dengan kepentingan perusahaan. Belasan tahun yang lalu hanya punya sertifikasi CCIE saja mungkin sudah cukup karena pada saat itu sangat dibutuhkan perusahaan. Tapi sekarang setiap individu harus mempunyai sesuatu untuk ditawarkan ke perusahan, harus mempunyai nilai yang bermanfaat buat mendukung bisnis perusahaan, baik punya sertifikasi CCIE atau tidak.

Ini adalah pesan saya yang komplit tentang CCIE, untuk mereka yang sedang belajar maupun yang sedang berpikir untuk memulai mengejar CCIE.

CCIE itu penting, tapi lebih penting adalah proses dalam mendapatkannya. Proses mengejar CCIE harus bisa memberikan koneksi, skill dan pengalaman. Networks, Skills, Experience. Dan jangan lupa untuk selalu membuat diri relevan dengan kebutuhan perusahaan, di mana pun kita berada.

Selamat ulang tahun, Indonesia.

Himawan Nugroho
3x CCIE #8171, CCDE #20130018

1 comment:

  1. Sangat menginspirasi artikelnya Mas Himawan, jadi yg terpenting dari semua ini adalah "learning process"-nya ya bukan CCIE-nya superb :)

    ReplyDelete