Thursday, January 23, 2014

Mengubah Persepsi


Alhamdulillah saya baru saja selesai memberikan workshop design terakhir untuk perusahaan telekomunikasi incumbent di KSA, sebagai bagian dari project network architecture assessment dan re-design. Ini adalah project design besar dengan tingkat kompleksitas tinggi, bukan hanya karena teknologi beragam mulai dari IGP, MPLS TE, FRR, L3VPN, L2VPN, IPTV, Broadband Internet, IPv6, Mobile IP RAN sampai Services Resiliency. Tapi juga target waktu yang sangat ketat, ekspektasi yang tinggi dari customer, harus melakukan workshop design setiap minggu di Riyadh, kurangnya informasi, dan tekanan dari semua pihak.

Project ini dimulai dengan eskalasi sampai ke level top management karena tidak ada consultant yang mampu mengerjakan, atau yang mau, atau kombinasi keduanya. Project besar dan kompleks, dengan berbagai hal tidak ideal seperti disebutkan di atas, memang bukan kerjaan favorit banyak orang. Saya juga tentunya lebih menyukai untuk tidak mengerjakan project seperti itu, terutama karena banyaknya masalah non-teknis yang harus diatasi. Hanya saya sudah sering dan terbiasa mengerjakan project sulit di Cisco, bahkan sudah memiliki reputasi sebagai 'network janitor'.

Project besar dan kompleks itu seperti memakan gajah. Bagaimana cara memakan gajah? Dipotong kecil-kecil kemudian dikunyah satu-satu. Yang saya sering temui di lapangan:

- Dikasih tahu cuma makan tikus, gak taunya makan gajah
- Gajahnya tidak ada, harus dikejar-kejar dulu
- Gajahnya lagi marah-marah langsung mengejar kita
- Disangka mau makan gajah, ternyata makan dinosaurus!

Sekedar menggambarkan kalau di dunia nyata walau perusahaan global sebesar apa juga masih bisa menghadapi masalah di lapangan: sales menjual project dengan scope pekerjaan yang kecil yang tidak sesuai dengan scope ekpektasi customer, atau memulai project tanpa scope pekerjaan sehingga harus membuat dari awal, atau memulai project ketika customernya sudah marah-marah bisa jadi karena janji-janji dari sales yang ternyata tidak bisa ditepati, atau ketika bertemu customer di awal project baru menyadari kalo scope pekerjaan yang harus dilakukan jauh lebih besar dan sangat berbeda dari scope awal.

Sebenarnya buat consultant seperti saya selalu ada pilihan untuk tidak mengambil project. Selalu ada pilihan untuk meninggalkan customer begitu ada hal yang tidak sesuai di scope project. Ketika misalnya di Malaysia consultant dari Australia yang seharusnya memimpin workshop tidak muncul, saya punya pilihan untuk pergi dari ruangan tapi malah memilih mengambil alih workshop walau tanpa persiapan. Ketika customer di Vietnam mengirim fax berisi pernyataan bahwa mereka akan menuntut Cisco jika migrasi Data Center mereka gagal, saya punya pilihan untuk tidak terlibat tapi malah memilih untuk langsung terbang ke sana untuk memimpin team project. Ketika saya pertama kali bertemu customer di KSA dan menyadari bahwa scope pekerjaan yang harus dilakukan tidak mungkin bisa dicapai karena kurangnya informasi dan waktu yang tidak masuk akal, sampai direktur saya pun waktu itu memberikan pilihan untuk lari keluar dari project dan terbang pulang tapi malah memilih untuk tetap tinggal dan mulai bekerja.

Kenapa saya memilih untuk tidak lari? Karena saya ingin mengubah persepsi.

Di Jawdat pun kita melakukan hal yang kurang lebih sama. Ada banyak peluang bisnis yang bisa dilakukan, kita memilih untuk melakukan transformasi generasi muda Indonesia untuk menjadi globally competitive professionals. Ada pilihan untuk menjual kelas training program sertifikasi seperti halnya lembaga-lembaga training lain, kita memilih untuk melakukan inovasi dengan membuat banyak training model baru yang mengedepankan unsur koneksi, skill yang sebenarnya, dan pengalaman. Ada banyak peluang bisnis di dalam negri, kita memilih untuk mengirimkan peserta program training Jawdat untuk terlibat di project dari Singapore sampai Nigeria, dan terus-menerus mencoba mencari berbagai project baru di Middle East.

Kenapa kita memilih untuk melakukan itu semua? Karena kita ingin mengubah persepsi.

Persepsi apa yang mau diubah?

Persepsi dunia tentang Indonesia. Persepsi perusahaan global yang tidak memandang Indonesia sebagai sumber resource para professional kompeten. Persepsi perusahaan Indonesia yang masih menganggap skill professional kita masih kalah dari skill professional bangsa lain sehingga memilih untuk memperkerjakan professional asing.

Mengapa penting untuk mengubah persepsi?

Sebagai contoh, perusahaan global seperti Cisco memiliki sumber resource professional atau talent pool di Cina, India dan Polandia untuk mengkonsolidasi cost human resource. Jika ada project yang membutuhkan banyak resource, maka project manager atau technical leader bisa menggunakan professional dari talent pool tersebut. Saya sendiri sering memimpin project di berbagai negara di EMEA dan menerbangkan resource dari India untuk menjadi member team selama project.

Mengapa tiga negara itu terpilih sebagai talent pool?
Kalau di Cina saya maklum karena banyak customer di Cina dan sekitarnya yang membutuhkan professional yang bisa berbahasa mereka. Kalau di Polandia saya maklum karena mereka tidak membutuhkan visa untuk terbang dan bekerja di berbagai negara-negara Eropa yang tergabung dalam Schengen. Kenapa India? Karena ada persepsi bahwa di India tersedia banyak resource yang memiliki skill dan kemampuan komunikasi yang baik dengan bayaran yang relatif murah.

Apakah benar resource professional dari India lebih baik dari professional Indonesia?
Dari pengalaman saya memimpin mereka dalam project, sebenarnya kemampuan professional kita tidak kalah bahkan bisa lebih baik. Untuk kemampuan berkomunikasi pun kita tidak kalah walau bahasa Inggris bukan bahasa yang kita gunakan sehari-hari. Buktinya ada banyak rekan-rekan professional Indonesia yang bekerja di berbagai perusahaan global di luar negri dan mengisi posisi-posisi strategis.

Apakah benar resource professional dari India lebih murah dari professional Indonesia?
Tentu tidak. Apalagi untuk pekerjaan di dalam negri, professional kita tentunya lebih murah karena tidak mendapat paket expat seperti professional dari India yang datang ke Indonesia.

Sayangnya, ada persepsi bahwa di India tersedia banyak resource yang memiliki skill dan kemampuan komunikasi yang baik dengan bayaran yang relatif murah.
Sayangnya, ada persepsi bahwa Indonesia adalah bangsa konsumen dan pangsa pasar besar buat barang konsumtif, tapi bukan penyedia resource professional kompeten.
Sayangnya, bahkan masih banyak perusahaan di Indonesia yang memperkerjakan professional dari India untuk pekerjaan yang seharusnya bisa dikerjakan oleh professional dalam negri.
Sayangnya, perception is new reality.

Persepsi bisa jadi tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya, dan bisa menghasilkan keputusan yang tidak tepat misalnya untuk perusahaan di Indonesia yang masih lebih memilih untuk memperkerjakan professional asing.

Kalau memang kenyataannya professional Indonesia kompeten, tapi tetap tidak mendapat kesempatan karena persepsi yang salah, maka persepsinya yang harus diubah terlebih dahulu.

Tidak semua orang harus ikut kelas training atau harus setuju dengan ide-ide kita di Jawdat. Tapi setiap dari kita bisa ikut serta mengubah persepsi dunia tentang skill dan
kemampuan professional Indonesia.

Mari kita semua mengubah persepsi.

Himawan Nugroho
- ditulis di iphone notes dalam penerbangan antara Riyadh ke Dubai

1 comment:

  1. Ternyata begitu real adanya pandang org di luar sana tentang Indonesia mas Him, padahal kalo mereka datang dan liat langsung banyak sekali tenaga2 profesional muda di indonesia

    ReplyDelete