Friday, November 30, 2007

Enjoy Sydney


Sudah sebulan lebih gue berada di jalan. Dua minggu terakhir gue sibuk bekerja di Cisco Proof-of-Concept lab di Sydney untuk ikut menguji produk CRS, termasuk yg multi-chassis. Lucunya, hanya sedikit orang yg percaya kalo gue itu benar-benar kerja selama di Sydney.


Orang selalu mengasumsikan bahwa traveling di luar negri itu identik dengan jalan-jalan dan having fun. It’s fun indeed, tapi definisi fun kan beda-beda. Buat gue, kerja under pressure dgn timeline yg mendesak itu fun. Regardless gue kerja di negara apa. Tentunya orang cuman mencibir kalo gue bilang begini. Terutama karena Sydney banyak tempat-tempat menarik, berbeda dgn San Jose yg merupakan kota kecil yg minim hiburan. Bahkan boss gue sendiri pas nelpon sempat bilang “have fun, enjoy Sydney.”


Karena itu gue sekarang ingin cerita sedikit apa yg sudah gue lihat di Sydney 2 minggu terakhir. Gue sempat ke Bondi beach dan di sana banyak wanita-wanita cantik seperti yg 3 ini:



Banyak wanita berpakaian minim sehingga terlihat punggung-punggung mereka yg terbakar sinar matahari:



Tidak cuman orang dewasa, anak-anak pun ada:



Mereka datang dari berbagai negri, dgn warna rambut yg berbeda-beda: merah, kuning, biru, orange.



Sebagian hanya tidur-tiduran di pasir membentuk barisan:



Sebagian yg lain bermain dgn ombak:



Penjaga pantai sibuk mengawasi dari tempat yg tinggi:



Ribuan orang datang dan pergi setiap hari:



In case you didn’t notice, I was being sarcastic :)


Dua minggu terakhir gue hanya tidur beberapa jam sehari. Pulang dari lab selalu larut malam dan beberapa kali lewat midnight, untuk kemudian kerja lagi di hotel. Weekend pun gue pergunakan untuk nongkrong di lab atau kerja di hotel. Tentu saja tidak akan ada yg percaya jadi gue juga tidak perlu berlarut-larut menjelaskan.


Minggu ini ada beberapa teman dari Indonesia yg akan datang. Sepertinya gue baru bisa jalan-jalan beneran beberapa hari ke depan.


Enjoy Sydney!



Sunday, November 4, 2007

Antara Specialist dan General Purpose


Untuk menjadi expert, seseorang harus menjadi specialist di satu bidang. Ini berarti orang tsb harus fokus dan mendedikasikan diri di scope area tertentu. Kelemahannya, orang ini akan sangat expert di suatu bidang tapi mungkin idiot di bidang ya lain. Kalo dari segi network engineering, menjadi spesialis di satu bidang membutuhkan pertaruhan apakah bidang tsb masih akan ada di masa depan. Jika tidak, maka siap-siap untuk jobless atau pindah ke bidang yg lain. Start over. Dan sudah pasti tidak jadi expert lagi untuk sementara.


Orang yg bekerja sbg network consultant atau solution architect adalah orang-orang yg gue sebut General Purpose. Karena mereka biasanya tahu banyak area di networking, berbagai product dari verndor yg berbeda, dan untuk true architect sangat penting untuk mengetahui cara mengintegrasikan itu semua. Mereka general purpose karena bisa bekerja di area atau teknologi networking apa saja. Tidak perlu kuatir masalah kerjaan. Tapi satu hal yg jelas, tidak akan pernah bisa menjadi expert seperti yg memilih untuk menjadi specialist.


Mana yang lebih baik? Tergantung kita ingin jadi apa.


Yang jelas, kalo melihat dari apa yg sedang gue jalanin sekarang, kalo gue ingin jadi consultant atau architect, maka gue harus terus mengambil semua CCIE track sampai tamat. Karena sampai sekarang gue sudah tahu networking untuk area Enterprise (CCIE track R&S), Network Security (track Security), dan brief technology di Service Provider (CCIE track SP). Dengan mempelajari area Enterprise Voice (CCIE Voice) dan Data Center (CCIE Storage) maka gue akan menjadi a complete toolset, seseorang yg tahu berbagai area networking. Ditambah lagi skill wireless network, operating systems, network and security management sampai ke kompetensi gue di consulting, pre-sales skills dan technical project management.


Kesempatan gue untuk ambil CCIE lagi? Sangat besar. Cisco akan membayar semua expense gue untuk jadi CCIE, gue punya materi internal training, semua buku, lab yg walaupun tidak komplit tapi bisa digunakan (atau bisa juga online rental lab di Internet dan dibayarin Cisco), biaya ujian dan semua perjalanan yg akan ditanggung. Zero percent expense buat jadi orang Indonesia pertama yg punya 4 atau 5 CCIE. Dan begitu lulus, Cisco akan memberikan kompensasi uang tunai $. Tapi hanya itu. Karena begitu seseorang masuk Cisco tidak begitu kelihatan manfaat punya banyak CCIE (baca: punya CCIE itu tetap penting di Cisco, tapi punya multiple CCIE tidak). Yang paling penting adalah performance kita dalam bekerja. Multiple CCIE penting kalo kita mau jadi General Purpose. Dan mengambil CCIE akan membuat gue tidak akan fokus. Ini juga berarti gue tidak kan menjadi specialist di bidang apapun. Dan ini membuat gue tidak akan pernah mencapai level expert.


Jadi keliatannya gue tidak akan meneruskan CCIE journey, jika masih berkeinginan untuk jadi expert spt yg gue tulis di profile blog ini.
Unless someone can give me a very good reason to do so.



(Golden Gate Bridge, San Francisco)



Saturday, September 1, 2007

Breaking the Myths


Masih berkaitan dgn posting gue yg lalu, yg buat sebagian orang mungkin terkesan arogan. Yup, there is a thin line between being opened and being arrogant. Gue hanya tidak yakin gue bisa berhenti sebelum meneriakkan pesan-pesan ini buat semua orang Indonesia. So let’s break the myths, mitos-mitos yg biasanya ada di kepala kita karena kondisi dan keadaaan, dan juga karena pengaruh pola pikir orang-orang di sekitar kita.


It was not because of luck
Gue rasa ini sudah dibahas panjang di posting gue sebelumnya. It was not because of luck. Semua hal bisa dicapai dgn kerja keras, dedikasi, strategi, pengorbanan dan lain-lain. Dan ketika waktunya tiba, kita harus mengambil keputusan yg mungkin terlihat sulit pada saat itu harus diputuskan, yakini keputusan itu dan terima semua konsekuansi.


Chance must be created, not to be waited
Kesempatan bisa diperoleh jika kita berusaha untuk menciptakannya. There is no such thing as free lunch. Kalo tidak berusaha jangan menyalahkan orang lain atau berkata bahwa seseorang dapat kesempatan yg lebih baik dari kita. Mari lihat apa yg kita ingin capai, kesempatan seperti apa yg kita butuhkan, dan mulailah membangun strategi dan rencana untuk bisa mendapat kesempatan itu

Asking question won’t show our weakness

Bertanya itu bukan suatu kelemahan. Jujur saja, gue sering melihat persepsi yg salah ini di banyak orang Indonesia yg gue temui. Tentunya kita juga harus belajar bertanya yg benar. Informasi adalah hal paling mahal saat ini, pastikan kita tahu cara mendapat informasi. Dan bertanyalah setelah kita melakukan homework, googling dan research. Ajukan pertanyaan yg tepat kepada sumber yg tepat.


Everyone needs help sometime, even Spiderman
Ucapan MJ ke Peter Parker aka Spiderman ini bener banget. Kita tidak bisa hidup sendirian. Jadi tidak ada salahnya minta tolong ke orang lain. Join community. Saling membantu. Saling share informasi. Jika kita tau sedikit lebih banyak ttg sesuatu, sampaikan ke orang lain, dan kita akan mendapat lebih banyak lagi dari orang lain. Jangan takut untuk tersisihkan karena berbagi informasi. Hal ini seharusnya menjadi pemicu untuk terus belajar, dan bisa memberikan informasi lebih banyak buat yg lain.
“Sampaikanlah walaupun hanya satu IOS command”.


We are not inferior nation
Jangan pernah coba-coba bilang ke gue kalo Bule pasti lebih jago dan punya skill lebih dari kita. Selama sekitar 6 tahun gue hidup di luar negri dan bekerja dgn orang-orang dari berbagai negara lain, gue tahu persis bahwa orang-orang Indonesia itu tidak kalah. Bahkan IT engineer kita lebih jago karena biasanya tahu berbagai disiplin ilmu sekaligus. Kelemahannya cuman satu: perasaan minder.
Stop thinking like that, we are not an inferior nation. We can be anything, we can even go to the moon if we want to.


It’s all about impression
Masih berkaitan dgn point sebelumnya, kenapa Cina dan India mendapat predikat sebagai negara penghasil IT engineer terbaik? Karena persepsi. Beberapa orang dari mereka bekerja sangat keras dan dunia menganggap bahwa mereka semua seperti itu. It’s all about impression. We have to believe in ourselves, and nothing is impossible. The boundary of our ability is in our mind. Pada saat kita bekerja di luar negri atau dgn orang dari negara lain, perlihatkan bahwa bangsa kita tidak kalah. And we all have potential to become the “marketing agent” for our country.


Comfort Zone is dangerous
Comfort Zone adalah suatu posisi dimana kita merasa sangat nyaman dalam hidup. Beware, it’s a very dangerous zone. Pada saat kita merasa nyaman dgn apa yg kita dapatkan biasanya kita akan berhenti untuk berjuang. Biasanya kita menjadi terlena. Banyak orang yg merasa comfort zone is the end of life, the end of the tunnel. Jika memang berpikiran seperti itu, ya silahkan. Tapi jika kita masih ingin hidup di dunia IT yg pace nya sangat cepat, berhenti di comfort zone berarti berpotensi untuk tersisihkan. Silahkan ambil keputusan dan terima konsekuensinya jika memang ini yg diinginkan.


Shortcut is evil
Untuk terus menyemangati hidup kita, selalu baca-baca ttg sejarah hidup orang lain. Coba analisa bagaimana seseorang itu bisa mencapai apa yg dia raih sekarang. When we look at a successful band like Ungu, try to see what they have been trough to achieve it. Konser musik yg sangat bagus selama 2 jam barangkali adalah hasil bebulan-bulan latihan dan perencanaan yg matang. Tidak pernah ada shortcut atau jalan singkat. Jangan pernah bermimpi untuk hidup mewah ala sinetron tanpa ada perjuangan.

Envy, on the other hand, is good if you know why

Gue sering bilang ke orang-orang “perasaan iri itu bagus”. Envy is even better. Merasalah iri ke gue, atau ke Pasha Ungu, ke teman-teman Indo yg kerja di luar negri, atau ke orang-orang lain yg lu pikir berada di kondisi idaman atau posisi yg lebih baik. Mengapa bagus? Karena butuh rasa iri untuk memacu semangat. Jadikan perasaan envy itu sebagai hal yg positif. Dan tentunya jgn sampai iri tidak beralasan. Atau jatuh sakit karena melihat orang lain berada di kondisi yg lebih baik :) Punyalah rasa iri dan ingin menjadi seperti orang yg kita envy dgn cara berjuang tentunya.

Everyone needs something to be proud of

Hiduplah dengan memiliki suatu kebanggaan. Sekali lagi, ada garis tipis untuk menjadi pamer atau arogan. Tapi tanpa kebanggaan, sulit untuk mencapai apa yg kita inginkan. Kejarlah kebanggaan itu. Setelah tercapai, nikmati sejenak dan mulailah mengejar kebanggaan yg lain.
Gue merasa belum sukses dan belum mencapai apa-apa. Gue juga belum merasa sudah menjadi expert. Namun gue bangga bisa menjadi orang Indonesia pertama yg jadi Triple CCIE. Gue bangga dgn semua usaha yg sudah gue lakukan untuk mencapai itu. Menurut Cisco, per Agustus 2007 hanya ada 200-an orang di dunia yg punya 3 CCIE atau lebih. Banggalah dan berhenti sejenak untuk menikmatinya. Setelah itu? Mari kejar kebanggaan lain.


I think that’s all for now.


Dan buat yg tertarik ingin tahu bagaimana perjalanan Triple CCIE gue dalam 6 tahun, dimulai dari lab pertama di Brussels 13 Agustus 2001 sampai ke lab terakhir di Brussels juga 13 Agustus 2007, bisa baca Triple CCIE, History in the Making di blog gue yg lain.



Tuesday, July 31, 2007

13 Agustus 6 Tahun Lalu


13 Agustus, 6 tahun lalu.
Gue masih inget itu adalah hari pertama dari CCIE lab exam pertama gue di Brussels. Enam tahun lalu itu juga merupakan kali pertama gue terbang ke Eropa. Kali pertama dapat Schengen Visa. Kali pertama naek kelas business karena peraturan IBM, company gue waktu itu, untuk setiap karyawan harus menggunakan kelas business jika terbang lebih dari 8 jam.


Waktu itu ujian CCIE lab masih 2 hari. Jika gagal di hari pertama maka tidak bisa melanjutkan ke hari kedua. Jika berhasil lulus ujian hari kedua sesi pagi maka akan lanjut ke sesi terakhir yaitu troubleshooting. Gue berhasil masuk ke sesi troubleshooting, tapi kemudian gagal.


Kenapa gue gagal? Karena waktu itu gue gak yakin gue bisa lulus. Sebelum gue berangkat semua orang bilang kalo CCIE itu susah bgt. Semua orang bilang CCIE itu cuman buat orang-orang terseleksi. Hanya orang-orang pintar yg bisa lulus. Dan gue, bukan bagian dari orang-orang itu.


Pada saat gue berhasil sampai ke sesi troubleshooting, walaupun kemudian gagal juga, gue menyadari sesuatu. Bahwa sangat bodoh sekali gue sudah mendengarkan hal-hal yg negatif tersebut. Negatif, karena omongan tsb tidak bermanfaat. Negatif, karena tidak ada nilai positif apapun dari omongan tsb.


Kenyataannya, kalo seseorang memang sudah berusaha keras mempersiapkan diri untuk ujian, waktu itu gue sempet belajar sampai 16 jam karena sebulan terakhir sebelum ujian IBM berbaik hati mengijinkan gue kerja di rumah, harusnya bisa lulus bahkan di first attempt. Waktu gue berangkat ke Jepang persis sebulan kemudian, gue masuk ke CCIE lab dgn pikiran bahwa gue pasti lulus. Karena gue sudah mempersiapkan diri sebaik mungkin. Karena gue sudah pernah melihat CCIE lab yg sebenarnya itu seperti apa ketika di Brussels. Karena gue percaya bahwa gue bisa lulus. Tentunya gue harus tetap berhati-hati untuk tidak terlalu percaya diri dan membuat gue overlook hal-hal kecil yg bisa membuat gue kehilangan poin. Dan jam 4 sore, dgn sisa waktu sejam lebih dari 2.5 jam waktu di sesi troubleshooting, gue udah keluar dari CCIE lab dgn nomer CCIE gue.


Lulus karena gue percaya bahwa gue bisa lulus.
Gagal karena gue tidak percaya bahwa gue bisa lulus.


So next time someone says: it’s really difficult to pass CCIE lab, just tell him: Piss off. Himawan said everyone can pass. And that’s the real fact. Stop listening to that kind of person.


Kurang dari 13 hari lagi gue akan ujian CCIE lab untuk Service Provider track di Brussel. Tepat tgl 13 Agustus, seperti 6 tahun lalu. Tanggal yg sama, tempat yg sama.


Apakah sejarah akan berulang? Apakah gue akan kembali gagal?


Gue belum tahu jawabannya, tunggu saja 13 hari lagi :)
Tapi yg penting sekarang kalo gue gagal pun gue tahu itu bukan karena CCIE lab itu susah. Bukan karena hanya orang-orang tertentu yg bisa lulus. Bukan pula karena gue kurang pintar. Mungkin hanya karena gue melakukan kesalahan kecil. Atau ada sesuatu yg belum gue pahami betul. Sehingga yg perlu gue lakukan adalah belajar terus dan berusaha untuk tidak melakukan kesalahan di lab nanti.


Dgn kesibukan dan jadwal yg padat untuk 2 minggu ke depan, strategi belajar gue tinggal satu sekarang: In Between. Gue harus belajar in between kesibukan yg satu dgn kesibukan yg lain. In between meeting dari customer yg satu dgn customer yg lain. In between jadwal penerbangan gue yg padat. Dan gue masih tetep yakin bisa lulus meskipun persiapan gue mungkin hanya 80%.


13 hari lagi.



Monday, March 5, 2007

Antara Advanced Services dan Business Units


Melanjuti tulisan gue terdahulu tentang ujung pelangi… well, sebenarnya tentang kebingungan yg sedang gue alami antara tetap bekerja di Advanced Services atau mulai mencoba melihat peluang untuk pindah ke Business Unit, akhirnya gue membuat tulisan ini. Tujuannya cuman satu: suatu ketika nanti gue mungkin kembali membaca tulisan ini yg mungkin merupakan saat dimana gue harus mengambil keputusan.


Jadi di Cisco itu kan secara garis besar organisasinya terbagi dua: bagian yg mengerjakan produk, dan bagian yg mengerjakan service. Business Unit yg mengerjakan produk, dan nantinya terbagi lagi spesifik ke produk seperti router tipe 76xx, 65xx dll. Kalo AS itu yg mengerjakan / men deliver services (AS sendiri sebenarnya bagian dari Customer Advocacy, yg punya service offering jauh lebih banyak di luar AS).


Secara brief, service yg ditawarkan team AS gue itu terbagi 2:


- Transactional atau project based
Kalo yg ini yg pada kerja di Cisco partner udah tau lah. Jadi kita bikin High Level Design (HLD), Low Level Design (LLD), implementation plan, testing plan, POC sampai project management. Bedanya dgn yg dikerjakan partner: level dari detail yg di deliver. Semua LLD atau dokumen yg lain itu dibikin detil bgt, sampe mirip kayak buku Ciscopress. Dan tentunya semua design kita udah di support oleh hardware dan IOS yg sesuai


- Subscription based
Jadi customer sign contract sama kita buat jaringannya di optimisasi, salah satu offer dari kita itu disebut Network Optimization Services (NOS). Nah ini penting buat customer jika ingin mencapai “five 9s” SLA alias 99,999% uptime di jaringannya. Biasanya yg beli tentu customer2 besar yg butuh tingkat SLA yg tinggi, meskipun mungkin tidak sampai five 9s.
Beberapa deliverables dari NOS adalah Best Practice audit, jadi jaringan customer di audit dan di compare dgn BP database kita; Software Strategy, bagaimana memilih IOS melalui proses panjang bug scrub (IOS pasti ada bug, tapi kita harus cari IOS yg bugnya paling sedikit mengenai topologi dan konfigurasi dari customer); Software security advisory; EOL and EOS notification; Design review; Ongoing consultation; Knowledge transfer dll yg akan membantu customer dalam meng optimize dan me-review arsitektur dari jaringan yg ada sekarang.
Jadi ini berbeda dgn maintenance service yg biasa ditawarkan partner, karena partner lebih fokus ke daily operation support, hardware replacement dll


Nah kerja di AS itu tantangan paling besarnya adalah: people. Customer. Ketemu customer. Grab requirements. Diskusi dan Workshop. Presentasi. POC. Argumentasi. Bikin detil design kemudian dijelaskan ke customer dll yg intinya selalu bertemu dgn another human being with high level of expectation. And not just another human being, tapi bagian paling penting dari bisnis, yaitu customer. Tantangan lainnya adalah traveling yg gila-gilaan. Musti siap kerja dari airport, di taxi maupun hotel atau starbucks (banyak juga sih yg kerjanya model gini, spt Sales atau System Engineer yg merupakan pre-sales dari product/solution)


Sedangkan kerja di Business Unit, gue butuh masukan dari teman2 yg udah duluan join spt Carlos, Rival dan Bambang, sepertinya sih yah jadi lab rat. Lebih banyak menghadapi mesin. Kalo ada bagian yg ketemu human being itu hanya terbatas dgn sesama team atau internal team lain di Cisco.
No interaction dgn customer (lihat exception di bawah entar).
Paling asik ya join business unit di produk yg interesting, kalo di Cisco Routing itu: CRS-1 BU, GSR BU (Rival), 76xx BU, 65xx BU (Bambang). Banyak teknologi menarik di access layer products tapi kayaknya bintangnya masih tetap yg di atas itu.


Nah ada orang yg baca tulisan Ujung Pelangi dan ninggalin comment sbg berikut:


sekedar menambahkan, apa rasanya kerja di BU … see if you like it … I hope this can help you to decide whether this is something that you want to do.


Orang2 di BU selalu sibuk dikejar2 sama tanggal & deadline … banyak sekali kerjaan tapi resources (staff) yg di-alokasikan sangat minim …


- sibuk meeting & manage request from account teams yg demanding untuk di-prioritaskan
- sibuk me-manage expectation dari orang2 yg kadang2 unreasonable with the road map and target
- sibuk prioritize feature mana yang harus di-release duluan, dan yang mana yg strategic/tactical, dan yang mana yang make good business justification
- sibuk nulis bug fixes, and release new code
- sibuk bikin competitive analysis
- sibuk bikin documentation, technical notes
- sibuk bikin presentation, kasih presentation dan training ke sales SE
- banyak re-organization … jadi merasa posisi kerjaan nggak menentu


Comment by it’s me — February 21, 2007 @ 8:00 pm


Yah kalo masalah pressure, tentu di AS maupun BU akan banyak pressure walaupun macam tekanannya berbeda. Masalah minim resource juga sama, masalah re-organization. ..boss gue udah ganti di bulan ke-2 gue kerja :D


Kalo menurut gue bedanya kerja di AS maupun BU tetep di: customer facing atau tidak. Di AS jelas kita jadi bumper, di front line buat ngadepin customer yg mungkin melihat kita sbg Cisco gak perduli dari BU atau tidak (khususnya ketika nanya kenapa IOS feature tertentu gak di support)


Ada satu posisi di BU yg gue tahu merupakan kombinasi dari ke-2 nya, posisi yg disebut Technical Marketing Engineer (TME). Ada temen gue yg jadi ini dan dia cerita kalo dia juga harus bertemu customer buat me-list feature2 apa yg kira2 dibutuhkan di IOS release berikutnya, dan juga harus mengerti deep down technically karena harus diskusi dgn developer juga.
Selain tentunya paling sering di “bantai” oleh bumper-bumper kayak AS atau pre-sales team, SE, jika ada feature gak masuk akal yg di release sedangkan yg diperlukan malahan gak ada.


Banyak orang2 yg kita kenal karena menulis buku Ciscopress spt Dmitry Bokotev, Ajay Simha, termasuk si Jeff Apcar salah satu Distinguished Engineer yg tetap berada di Cisco AS. Sebagian penulis buku lainnya berasal dari Business Unit. Biasanya keliatan kalo pengarangnya dari AS itu lebih mengarah ke implementasi dan integrasi suatu produk atau design guidelines, dgn contoh2 case study yg diambil dari pengalaman di lapangan.


Jadi ini bukan tulisan ttg mana yg lebih baik: AS atau BU, tapi lebih mengarah ke apa yg bisa bikin kita happy kerja di situ.


Pada intinya, kita selalu berharap bisa kerja di sesuatu hal yg kita sukai kan, mengharap apa yg kita kerjakan dan yakini adalah Ujung Pelangi kita. Dan sampai sekarang gue belum tahu apakah gue perlu pindah ke BU, masih mencari alasan yg bisa meyakinkan kalo gue bakal happy di sana (silahkan baca lagi tulisan Ujung Pelangi).


Karena, walaupun dari internal email yg gue terima tadi malem ada puluhan slot lowongan buat NCE di US, gue percaya bahwa:
- ngapain ke US kalo gak ke SV
- ngapain ke SV kalo gak ke business unit
- ngapain ke business unit kalo gak yg menarik spt CRS, GSR, 76xx, 65xx (kalo kerja di Cisco, kalo di vendor lain ya di top of the line product nya lah)


Jadi intinya, gue merasa tidak tertarik pindah jadi NCE juga biarpun ke US, mendingan di APAC kali yah.
Jadi punya kesempatan buat membantu customer Indo juga… membangun bangsa lah walaupun dikit heheh


Mungkin harus nunggu film Transformers dulu sebelum bisa men transform hidup kita :)