Monday, December 1, 2014

Riftadi dan Network Engineer Reloaded


Hari ini Mohammad Riftadi resmi bergabung dengan Jawdat sebagai Solutions Architect. Riftadi adalah professional network dengan total pengalaman lebih dari 7 tahun, mulai dari menjadi admin network di kampus sampai menjadi engineer dan consultant untuk beberapa perusahaan Cisco gold partner di Indonesia. Selain berpengalaman di berbagai tipe project, Riftadi juga memiliki sertifikasi CCIE di track Routing & Switching dan Service Provider. Tapi sertifikasi bukan alasan mengapa saya pribadi merekomendasikan ke Jawdat untuk menerima dia bergabung.

IMO ada beberapa phase untuk deployment dan meng operasikan suatu network:

Phase I: All manual configuration through CLI

Bahkan Arista Networks CEO Jayshree Ullal pernah bilang kalau CLI "it’s the way real men build real networks today.” Programming network, fine tune protocols, troubleshooting dan traffic engineering dulu hanya bisa dilakukan dengan menggunakan Command Line Interface (CLI). Ini mengapa CCIEs were kings, karena orang harus mencapai level CCIE untuk mengerti bagaimana cara melakukan konfigurasi dan troubleshoot suatu network yang kompleks.

Phase II: Write once, run it many times

Dengan semakin banyaknya jumlah network device yang harus di deploy dan di manage, tentunya menggunakan CLI manual configuration sudah tidak scalable dan cenderung error-prone. Kata kunci untuk scalable network adalah: standarisasi design dan automasi dengan scripting. Ada banyak network di dunia yang menggunakan template design yang konsisten untuk deployment di lokasi yang berbeda. Automasi bisa menggunakan TCL script built-in di network device atau python script di external server untuk mem push configuration, me retrieve informasi dari device sampai membuat korelasi antar event yang terjadi.

Phase III: Full automation but still in silos

Bayangkan ketika setiap komponen yang ada di network sudah menggunakan full automation. Semua network device di deploy dan di manage oleh suatu central management console yang melakukan automasi dari fungsi configuration, logging dan lain-lain. Demikian juga dengan semua security device seperti firewall, deep packet inspection dan intrusion prevention system, ada central security console buat mengatur itu semua. Demikian juga dengan application device seperti load balancer, bandwidth management sampai ke traffic compression device. Tapi semua fungsi automasi tersebut dilakukan secara terpisah. Ketika ada aplikasi baru yang akan diluncurkan, network admin akan meng automasi deployment dengan management console nya. Security admin akan meng automasi deployment dengan security consolenya, dan seterusnya. Full automation indeed, but still in silos.

Phase IV: Fully programmable and orchestrated network

Ini janji Software Defined Network. Ini janji vendor network seperti Cisco dengan Evolved Programmable Network dan Application Centric Infrastructure. Janji yang menyatakan bahwa akan ada central orchestration yang mengatur fungsi automasi dan programmability dari network. Ketika ada central system yang bisa menterjemahkan kebutuhan untuk meluncurkan aplikasi baru ke berbagai requirement yang akan di eksekusi secara otomatis oleh network management console, security management console, application management bahkan sampai ke management dari OS virtualization dan storage. Banyak vendor network yang meluncurkan 'Master' network controller untuk bisa memenuhi janji dalam meng automasi dan meng orchestra network. Inisiatif open source pun banyak yang berkembang pesat ke arah ini, termasuk dengan lahirnya platform OpenStack yang disebut-sebut sebagai orchestration tool untuk public dan private cloud network dari skala yang kecil sampai ke yang sangat besar seperti massive scale data center.

Saya tidak bilang ke Riftadi kalo CCIE sudah tidak dibutuhkan lagi. Tapi saya merekrut dia bukan karena sertifikasi yang dimiliki, tapi karena Riftadi bersedia untuk belajar banyak hal baru dari nol. Belajar tidak hanya untuk bisa membangun network Phase II di atas, tapi sampai ke Phase IV. Dia bersedia bahkan seolah-olah untuk reload, untuk unlearn, untuk melupakan banyak prinsip yang dipelajari ketika belajar CCIE dengan menggunakan CLI, agar bisa belajar bagaimana bisa membangun fully programmable and orchestrated network.

Tugas pertama Riftadi adalah untuk terjun ke project Next Generation Data Center yang sedang kita kerjakan di Middle East di mana kita membangun dari sisi next generation fabric sampai ke level aplikasi dan database seperti Big Data dengan menggabungkan solusi dari vendor besar dan open source.

Tugas kedua, yang tidak kalah penting, adalah untuk menyiapkan program akselerasi buat nework engineer yang mau melakukan transformasi diri. Mereka yang mau berubah dari seorang engineer yang biasa bekerja dengan CLI, untuk mau naik ke Phase II dan berikutnya. Yang mau belajar tentang scripting dan software defined network secara lebih mendalam.

Dalam waktu dekat Jawdat akan meluncurkan berbagai program training yang berhubungan dengan network programmability seperti Python dan OpenStack. Program-program ini ditujukan buat network engineer yang mau bertranformasi menjadi Network Programmability Engineer. Mereka yang di Jawdat kita definisikan sebagai "Workforce of the Future".

Untuk bisa melakukan transformasi diri, kadang diperlukan untuk unlearn. Memulai lagi belajar dari nol dengan melupakan berbagai konsep yang sudah dipelajari agar pikiran lebih terbuka. Kadang untuk belajar suatu hal yang benar-benar baru, kita harus reload apa yang sudah kita tahu.

Siapa yang mau reload seperti Riftadi?