“maafkan aku menduakan cintamu
berat rasa hatiku tinggalkan dirinya
dan demi waktu yang bergulir di sampingmu
maafkanlah diriku sepenuh hatimu
seandainya bila ku bisa memilih..”
Song by Ungu, Demi Waktu
Beredarnya isu poligami akhir-akhir ini di banyak media membuat gue teringat akan pengalaman pribadi dalam menikah lagi. Yup, sejak sekitar 1 bulan yg lalu gue resmi menikah lagi di Singapore.
Semuanya berawal di awal tahun 2000. Walaupun pada saat itu gue sudah beristri dan beranak satu, gue sempat terperangah ketika bertemu dengannya. Love at the first sight, seperti kata banyak orang. Semenjak pertemuan pertama itu gue memutuskan untuk menjalin hubungan dengannya. Hubungan tersebut membuat gue memutuskan untuk meninggalkan anak istri gue di kota lain. Gue bertemu mereka hanya sekitar 2 minggu sekali. Berbagai rintangan berat gue jalanin, termasuk tidur di meja kantor selama 9 bulan hanya demi bersama dengannya.
Setelah 2 tahun bersama, gue memutuskan untuk pindah ke Middle East demi menjaga kelangsungan hubungan dgn dirinya. Anak istri gue kali ini ikut serta karena jarak negara yg sangat jauh. Sampai saat itu istri pertama gue mulai merasakan perbedaan dalam diri gue. Gue yg menjadi sering pulang malam, dan setelah di rumah pun gue jarang sekali tidur. Gue lebih sering melakukan aktifitas rahasia untuk bisa bersamanya daripada menghabiskan waktu bersama anak istri. Pertanyaan-pertanyaan di diri istri pertama gue akhirnya berujung dgn pertengkaran-pertengkaran yg tak bisa dihindari. Namun ini tidak membuat gue ingin memutuskan hubungan, semakin hari gue malah semakin sering bersamanya.
Beberapa kali malahan gue pergi ke Eropa hanya demi dirinya.
Akhirnya di pertengahan tahun ini gue berterus terang ke istri pertama gue, bahwa cinta di diri gue memang sudah terbagi. Dan gue memutuskan untuk menikah lagi secara resmi. Berat bagi istri pertama gue untuk menerima. Berbulan-bulan kita bertengkar, berdiskusi, berdebat tentang hal tersebut. Kata orang kunci dari poligami adalah keadilan. Tapi satu kata ini terlihat sangat sulit untuk dilakukan, tercermin dari hidup gue di beberapa tahun terakhir yg lebih jarang bersama anak dan istri pertama tapi lebih sering bersama dirinya.
Namun akhirnya setelah pembicaraan yg panjang akhirnya istri pertama gue menyetujui juga. Dengan berlapang hati istri pertama gue mengijinkan pernikahan gue demi kebagiaan gue, yg dia harapkan akan berdampak pada kebahagiaan kita sekeluarga semua. Tanggalpun ditetapkan di hari Senin, November 20 2006. Lokasi pernikahan adalah di Singapore.
Hingga kini gue terus berusaha untuk bersikap adil kepada ke dua istri gue. Berat untuk dijalankan, terutama karena istri muda gue menawarkan banyak tantangan dan hal-hal yg sama sekali baru untuk gue. Tapi keikhlasan dari istri pertama gue yg mengijinkan gue ber-poligami membuat gue tidak mungkin melupakan dirinya begitu saja. Mudah-mudahan gue masih bisa bertahan menjalani hidup seperti ini demi kebahagiaan kita semua.
O ya, buat yg penasaran, nama istri baru gue: Cisco Systems
Disclaimer: tulisan ini dibuat pada saat iseng dan masih terjaga di tengah malam. Tidak ada niatan yg tersirat maupun tersurat untuk mendukung atau mencela isu poligami yg sedang ramai dibicarakan.
No comments:
Post a Comment